Sabtu, 04 April 2015

Angin Segar Budidaya Udang Windu



DATA dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tarakan mencatat, produksi udang windu Kalimantan Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 9.532 ton. Dari jumlah tersebut, hampir 70% di antaranya diekspor ke Jepang dan sisanya ke Eropa, Amerika dan negara-negara Asia (Taiwan, Hongkong, Cina, dan Korea). Diperkirakan kebutuhan udang windu negara-negara tersebut akan semakin meningkat seiring dengan naiknya tren konsumsi produk seafood di dunia.

Sangat disayangkan jika potensi udang windu yang sangat besar di Kalimantan Utara (Kaltara) ini tidak dikelola dengan baik. Untuk Kota Tarakan saja, lahan tambak sekitar 600 Ha selama ini banyak yang belum digarap secara maksimal. Dari luasan tersebut, 451 Ha tambak dalam kondisi aktif dan sisanya sama sekali tidak digarap. Berdasarkan pengamatan di lapangan selama ini, masih banyak petambak yang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam proses budi daya (seperti pestisida), kurang memperhatikan kelestarian lingkungan (penggunaan racun untuk membunuh ikan liar dan tumbuhan pengganggu), serta penebangan mangrove tanpa rehabilitasi di areal tambak.

Melihat kondisi tersebut, pada tahun 2012 lalu Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tarakan bersama WWF-Indonesia pun menandatangani Perjanjian Kerja Sama untuk melakukan program perbaikan perikanan budi daya (Aquaculture Improvement Program - AIP) melalui adopsi Better Management Practices (BMP) Udang Windu Tanpa Pakan Tanpa Aerasi. Program ini mencakup pendampingan teknis kepada pembudidaya, perbaikan dan pemantauan operasional budi daya, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui berbagai macam pelatihan. Kelompok pembudidaya Tambak Mandiri ditunjuk menjadi lokasi percontohan program tersebut.

Pada tahun 2014, Kelompok Tambak Mandiri yang terletak di Karang Anyar Pantai juga dijadikan percontohan Tambak Udang Organik. Program yang diinisiasi oleh DKP Tarakan, WWF-Indonesia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini mengedepankan pengelolaan tambak yang bertanggung jawab dan berwawasan lingkungan, yaitu dengan menanam kembali mangrove di areal tambak, baik di tanggul maupun di pelataran tambak. Tujuannya adalah selain mengembalikan fungsi ekologis mangrove sebagai penahan abrasi dan tempat udang mencari makan secara alami, mangrove yang ditanam tersebut juga diharapkan bisa menambah nilai estetika tambak.

Sejak tahun 2012 hingga 2013, WWF-Indonesia bersama DKP Tarakan dan perusahaan processing udang (PT. Mustika Minanusa Aurora – PT. MMA) telah menanam 2.500 bibit mangrove di areal tambak percontohan tersebut. Pada tahun 2014 ini, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) juga memberikan bantuan 24.000 bibit mangrove. Dari jumlah tersebut sebanyak 5.000 bibit di antaranya ditanam di areal kelompok Tambak Mandiri, sedangkan sisanya ditanam di tambak milik 10 kelompok binaan DKP Tarakan lainnya.

“Melalui kerja sama dengan WWF-Indonesia ini, pembudidaya tidak hanya diberikan pendampingan teknis tentang cara-cara budi daya udang windu yang sesuai BMP, tapi juga dibantu untuk menggunakan alat-alat monitoring kualitas air, serta penanaman mangrove di pertambakan. Selain itu diadakan juga pelatihan bagi staf DKP dan perusahaanprocessing udang tentang prinsip budi daya yang sesuai dengan standar internasional” ujar Ir. Nurmayanti, MSi, Kepala Bidang Perikanan Budidaya dan Tangkap DKP Tarakan.

“Selain itu kami juga akan menganggarkan untuk melakukan kegiatan pemetaan mangrove di kawasan tambak di Kota Tarakan agar kami mengetahui tambak-tambak yang perlu direhabilitasi dan bisa dikembangkan nantinya. Harapannya melalui rehabilitasi mangrove di tambak serta pendampingan ini, budi daya udang windu di Tarakan kembali bergairah” lanjutnya.

Mempelajari Tingkah Laku Dugong yang Terancam Punah



DUGONG, atau yang lebih dikenal dengan duyung, selama ini selalu dikaitkan dengan mistis atau legenda manusia setengah ikan. Terkadang digambarkan sebagai putri duyung dengan perawakan yang cantik jelita. Legenda itu sebenarnya tidak sepenuhnya bohong, karena dugong memang memiliki kecantikan alami yang mempesona setelah kita mengenalnya lebih jauh.

Dari susunan kekerabatannya, dugong yang memiliki nama ilmiah Dugong dugon ini merupakan mamalia laut dari famili Dugongidae. Dugong adalah satu-satunya spesies dalam famili ini dan masih berkerabat dekat dengan Manatee. Bahkan katanya, mamalia laut ini adalah kerabat evolusi dari gajah.

Panjang tubuh dugong dapat mencapai 2,4 – 3 meter dengan berat tubuh berkisar 230 – 908 kg (Skalalis, 2007). Dugong dewasa akan mengkonsumsi lamun dengan jumlah yang banyak di sekitar pesisir pantai. Spesies ini bisa memakan sekitar 25-30 kg lamun setiap harinya (Azkab, 1998). 

Namun hal ini tidak menjadi permasalahan karena padang lamun dapat tumbuh relatif cepat dan singkat. Justru, dengan pola makan yang cukup banyak tersebut, dugong turut mengontrol tutupan lamun tua sehingga memberi kesempatan kepada lamun muda untuk tumbuh serta memperoleh nutrien dan penetrasi cahaya yang cukup. Dengan demikain dugong memiliki peran penting sebagai penyeimbang ekosistem lamun layaknya pemotong rumput. Bila tidak dipotong secara rutin akan mengganggu ekosistem tersebut karena adanya kompetisi unsur hara, cahaya dan substrat. 

Dari hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan WWF-Indonesia di perairan Pantai Mali, Kabupaten Alor, kita bisa mempelajari tingkah laku dugong yang dapat memberikan kamu gambaran bagaimana dugong beraksi. Penasaran bagaimana cara untuk dapat berjumpa dengan dugong? 

Tingkah Laku Dugong
  1. Dugong memilih untuk hidup di perairan yang terlindungi dari aktivitas manusia maupun ancaman predator dari ikan lain seperti hiu. Oleh karena itu perairan teluk seperti Pantai Mali di Kabupaten Alor merupakan tempat yang cocok untuk dugong dapat bertahan hidup. Selain itu, biasanya dugong ditemukan di daerah padang lamun berpasir. Lamun merupakan sumber makanan kesukaan dugong, khususnya lamun jenis halophila yang mempunyai bentuk kecil dan daun membulat.
  2. Perhatikan kondisi pasang surut air laut. Pilihlah kondisi air laut ketika dalam keadaan pasang. Biasanya kita akan mudah menemukan dugong sedang bermain di perairan yang dangkal. Ketika air laut sedang surut, dugong akan bermain lebih ke dalam di perairan laut. 
  3. Dugong akan mengeluarkan suara sebagai tanda kemunculannya. Suara ini biasanya bisa terdengar beberapa saat sebelum dugong menghampiri kita. 
  4. Kenali jejak yang ditinggalkan oleh dugong. Ketika sedang bermain di sekitar pantai, dugong biasanya melakukan aktivitas semacam bersantai ataupun berbaring di pasir. Dugong akanmelakukan gerakan dengan siripnya untuk menggaruk pasir dan akan meninggalkan semacam jejak. Aktivitas ini juga disinyalir dalam rangka mencari makan lamun yang menempel pada substrat pasir.
  5. Pengangkatan pasir dari jejak yang ditinggalkan. Dalam melakukan aktivitas di substrat pasir, dugong akan meninggalkan semacam pengangkatan partikel pasir di kolom perairan. Kemudian dugong tersebut akan berpindah ke tempat lain. Pengangkatan pasir inilah yang bisa jadikan tanda arah kemana dugong tersebut berpindah ketika air laut tidak begitu jernih.
Coba kenali jejak yang ditinggalkan dugong ketika kamu bermain ke wilayah pantai. Karena ternyata dugong jarang menampakkan dirinya di perairan yang ramai wisatawan. Selain itu kemunculannya yang jarang disebabkan oleh ancaman kepunahan yang dihadapi dugong saat ini. Jumlah populasi yang belum diketahui secara pasti, aktivitas manusia yang merusak seperti pengeboman dan perburuan menjadi faktor utama rusaknya habitat dugong. 

Kelompok masyarakat pesisir di sekitar lokasi juga berperan menjadi ujung tombak dalam menjaga kelestarian mamalia ini. Mereka tergabung dalam POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) yang didukung WWF-Indonesia untuk menekan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut dengan cara merusak. Pemerintah Daerah Kabupaten Alor bekerja sama dengan WWF-Indonesia juga menyepakati untuk menjadikan perairan di sekitar Pantai Mali sebagai zona perlindungan dalam pengelolaan Suaka Alam Perairan Selat Pantar (SAPSP) Kabupaten Alor. Zona perlindungan ini di ditujukan untuk melindungi habitat dan populasi dugong yang ada perairan tersebut dengan cara membatasi kegiatan wisata alam yang dapat mengganggu habitat dugong. 

Kalau aktivitas manusia yang berlebih tersebut terus terjadi, besar kemungkinan dugong akan menjadi sekedar legenda atau mistis. Ayo kita ubah tingkah laku kita kepada alam untuk menjaga dugong dan habitatnya!